Temukan fakta unik tentang Monumen Nasional, dari proses pembangunannya hingga maknanya sebagai simbol kemerdekaan Indonesia.
Monumen Nasional (Monas) bukan hanya sekadar landmark ikonik di Jakarta, tetapi juga merupakan simbol penting dari perjuangan dan kemerdekaan Indonesia. Dibalik kemegahannya, Monas menyimpan berbagai fakta unik yang menarik untuk diketahui.
Artikel ini akan membahas perjalanan panjang dari proses pembangunan Monas hingga bagaimana monumen ini menjadi simbol kemerdekaan yang membanggakan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Eksplorasi Mendalam Tentang Monumen Nasional (Monas)
Monumen Nasional, atau yang lebih dikenal dengan Monas, merupakan salah satu ikon penting dan simbol kebanggaan nasional Indonesia. Berikut adalah detail lebih lengkap mengenai sejarah pembangunan dan ciri khas dari monumen ini.
1. Proses Pembangunan yang Panjang
Pembangunan Monumen Nasional tidak terjadi dalam waktu singkat. Proyek ambisius ini dimulai pada tanggal 17 Agustus 1961, bertepatan dengan peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia yang ke-16, dan memakan waktu hingga 14 tahun untuk selesai.
Monas secara resmi dibuka untuk umum pada tanggal 12 Juli 1975, dalam sebuah acara yang diresmikan oleh Presiden Soeharto.
Selama hampir satu setengah dekade, Monas dibangun dengan tujuan untuk menghormati perjuangan rakyat Indonesia dalam meraih kemerdekaan, membuatnya menjadi lebih dari sekadar struktur, tetapi juga simbol perjuangan dan persatuan nasional.
2. Lidah Api dari Emas
Salah satu ciri paling ikonik dari Monas adalah lidah api yang terletak di puncak monumen. Lidah api ini tidak hanya menyerupai nyala api yang keemasan tapi juga terbuat dari bahan yang sangat berharga.
Dibuat dari perunggu, lidah api ini memiliki tinggi sekitar 17 meter dan diameter 6 meter, dengan total berat mencapai 14,5 ton. Permukaan luarnya dilapisi dengan emas murni berbobot 45 kilogram, memberikan kilau yang memancarkan keagungan dan keindahan.
Fakta menarik lainnya terungkap pada tahun 1995, ketika Indonesia merayakan 50 tahun kemerdekaan. Dalam perayaan ini, lapisan emas pada lidah api diperbaharui dan jumlah emasnya ditingkatkan menjadi 50 kilogram.
Sumbangan emas tersebut, sebagian besar berasal dari Teuku Markam, seorang saudagar kaya dari Nanggroe Aceh Darussalam. Hal ini menunjukkan bukan hanya kekayaan material yang terlibat dalam pembuatan Monas, tetapi juga partisipasi luas dari berbagai elemen masyarakat Indonesia.
3. Proses Desain Monumen Nasional: Karya Frederich Silaban dari Sayembara Nasional
Desain Monumen Nasional, salah satu landmark terkenal di Indonesia, merupakan hasil dari sebuah sayembara desain yang diadakan pada tahun 1955, bukan 1995.
Sayembara ini diorganisir oleh komite nasional dengan tujuan untuk mendapatkan rancangan yang tidak hanya simbolis tetapi juga representatif terhadap semangat dan nilai-nilai kemerdekaan Indonesia.
Dalam sayembara ini, sebanyak 51 karya desain diterima dari berbagai arsitek, mencerminkan minat yang besar dari komunitas arsitektur untuk berkontribusi dalam proyek nasional ini.
Dari semua entri yang diajukan, desain yang dipilih adalah karya dari arsitek terkemuka Indonesia, Frederich Silaban. Pemilihan desain Silaban menandai sebuah momen penting dalam perencanaan dan pembangunan Monas, mengarahkan visi estetika dan simbolik dari monumen tersebut.
Frederich Silaban, arsitek yang terpilih dalam sayembara ini, adalah sosok yang sangat berpengaruh dalam dunia arsitektur Indonesia. Keahliannya tidak terbatas hanya pada Monumen Nasional; ia juga adalah arsitek di balik beberapa bangunan penting lainnya di Indonesia.
Dua karya terkenal lainnya adalah Masjid Istiqlal, yang merupakan masjid terbesar di Asia Tenggara, dan Stadion Gelora Bung Karno, yang telah menjadi venue penting untuk banyak acara nasional dan internasional.
Silaban dikenal dengan pendekatannya yang modern namun tetap mempertimbangkan aspek simbolis dan fungsional dalam rancangannya.
Di Monas, misalnya, ia mengintegrasikan elemen-elemen yang mencerminkan semangat perjuangan dan aspirasi bangsa Indonesia, seperti pada penggunaan simbol-simbol nasional di dalam desainnya.
4. Berganti Nama Lima Kali
Sebelum menjadi Tugu Monas yang dikenal saat ini, kawasan ini telah mengalami pergantian nama sebanyak lima kali, menandai berbagai era dan perubahan signifikan dalam sejarah Indonesia.
Awalnya, kawasan ini dikenal sebagai Lapangan Gambir, yang merupakan tempat penyelenggaraan pameran tahunan era kolonial Belanda. Nama tersebut kemudian berganti menjadi Lapangan Ikada setelah Indonesia merdeka, sebagai tempat berlangsungnya berbagai kegiatan penting selama periode revolusi.
Selanjutnya, namanya diubah menjadi Lapangan Merdeka, menggambarkan semangat kemerdekaan dan pembebasan dari penjajahan.
Lapangan ini lalu dikenal sebagai Lapangan Monas sebelum akhirnya secara resmi dinamai Taman Monas. Perubahan nama ini mencerminkan evolusi identitas nasional dan pentingnya lokasi ini sebagai pusat kegiatan nasional.
5. Makna Filosofis dari Desain Monas
Desain Monas sendiri diilhami oleh konsep filosofis yang mendalam yang melambangkan lingga dan yoni, dua elemen yang bersumber dari simbolisme Hindu yang merepresentasikan kesuburan dan keseimbangan.
Lingga, yang diwakili oleh tiang Monas, merupakan simbol kesuburan dan maskulinitas, sementara yoni, yang merupakan landasan obelisk, mencerminkan femininitas. Ide ini merupakan konsepsi langsung dari Presiden Soekarno, yang ingin memasukkan unsur-unsur filosofis dalam pembangunan Monas.
Lebih lanjut, Monas sering ditempatkan berdampingan dengan alu dan lesung, simbol yang menggambarkan proses menumbuk padi, mengacu pada kehidupan agraris masyarakat Indonesia. Dalam hal dimensi, Monas juga dipenuhi dengan simbolisme khusus.
Tinggi pelataran cawan dari dasar yang mencapai 17 meter menggambarkan tanggal Kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus.
Tinggi total dari ruang museum sejarah ke dasar cawan adalah 8 meter, yang terdiri dari 3 meter di bawah tanah ditambah 5 meter tangga menuju dasar cawan, yang dapat melambangkan perjalanan menuju kemerdekaan.
Selain itu, luas pelataran Monas yang berbentuk bujur sangkar, dengan ukuran 45 x 45 meter, merefleksikan tahun proklamasi kemerdekaan, 1945.
Dengan memahami fakta-fakta unik tentang Monumen Nasional, kita bisa lebih menghargai nilai sejarah dan simbolisme yang terkandung di dalamnya. Monas tidak hanya berdiri sebagai struktur megah, tetapi juga sebagai saksi bisu perjuangan bangsa Indonesia untuk meraih kemerdekaan.
Semoga informasi ini memberikan wawasan baru dan memperkuat rasa kebanggaan kita terhadap Monumen Nasional sebagai simbol kemerdekaan yang abadi.